Thursday, November 27, 2008

Stay Focused

Amidst the peppering news on global crisis stage II predicted, natural and reasonable response that appears is worry. Regardless the concerned issues have been well understood what and why these global crisis news readers just get to put in their mind that the terrible disaster will terrify human being living on earth. Spontaneous reaction over such not-yet verified understanding will stimulate the existing performance to fear the unknown possibilities. The immediate result from this is the emerging disorder of mind focus.

Frankly speaking, there is nothing to worry about nor fear. Global crisis is still a prediction revealed by the Nobel of Economic Laureate Paul Krugman. Though there have been a few indicators leading the media and global governments concerns there, it does not justify that whole sectors of life would respond the same over the case. The only valuable and recommended thing to do for those out of government officials and corporate sectors, is to stay focused on the our jobs given.

Two reasons for why to do this contributes to better out put toward the circumstance we have got. First, the disaster either made by human or naturally happened, will be always there. The point of concern is not on the disaster its self with the very limited people majoring best related field and realm. It's merely to be how to behave right toward the given situation.

Second, worry constitute a troubled and unsettled feeling with or without clear cut reasons can reduce much human's energy. To follow where it goes will definitely carry us to worsening reality forward. It would be better to stay focused on the given tasks at work or any in order to have better and stronger basis of cornerstone. We can think off much brighter what we need to do forward when and if necessary.

Wednesday, November 26, 2008

Mari Belajar

"Life is once. Let's make it as meaningful as we can"

Sebuah falsafah hidup yg begitu menarik untuk ditelaah dan diresapi. Ungkapan tersebut seolah-olah menekankan bahwa hidup berlangsung hanya sekali dan tidak akan pernah terulang dan diulang. Kesempatan sekali meniscayakan adanya sebuah harapan baik sekaligus kehati-hatian dan tanggunjawab. Meski kapasitas dan proses yang akan berlangsung memiliki keunikan dan tahapan khas masing-masing sehingga menafikkan absolusitas klaim bentuk oleh siapapun.

Membuat hidup berarti dan bermakna memiliki berbagai kemungkinan interpretasi dan sekaligus orientasi. Tergantung pada cara pandang hidup masing-masing individu dalam melihat apa, kenapa, dan bagaimana akan hidup yang sedang dijalani. Jelasnya bukan berbicara pada cara pandang mana yang lebih layak untuk dijadikan acuan dalam mewarnai kehidupan yg ada. Namun lebih kepada sebuah keyakinan pribadi yang bersifat amat individual akan sebuah keberartian dan kebermaknaan.

'Berarti' dapat merujuk kepada sebuah cita-cita yang telah lama tertanam, kepada harapan orang lain yang memiliki kedekatan hubungan batin maupun lahir, bahkan boleh ja di merujuk pada sebuah pengalaman pahit masa lalu yang takterlupakan. Unsur nilai dari "berarti'' baik hitam maupun putih, atau klasifikasi lain, sekali lagi menjadi konsumsi pribadi individu yang merupakan entitas makhluk rasional yang memiliki otoritas memilih (free will). Singkat kata, ''keberartian' dari sebuah kehidupan lebih ditekankan pada keselarasan antara batin (keyakinan), pikiran, dan komitmen dalam berbuat dan bertindak.

Merupakan sebuah kenaifan ketika otoritas ''keberartian'' tersebut tidak layak diklaim oleh siapapun dan bagaimanapun, muncul sebuah sikap acuh (ignorance) dan malas (laziness) dalam menjalani hidup dari waktu ke waktu. Mengapa? Karena sikap acuh merupakan refleksi dari rasa tidak membutuhkan, tidak terkait, dan tidak memiliki hubungan dengan hal atau orang lain. Berbeda halnya dengan sikap self-sufficient, yang berarti merasa cukup dengan diri sendiri. Sikap ini positif karena didorong oleh sebuah motivasi tidak untuk merepotkan orang lain dan tidak untuk terlalu reaktif dan berlebihan dalam memperturutkan keinginan yang tiada akhir.

Sikap acuh lebih menonjolkan self-ego tanpa landasan kuat untuk dapat terbagi dan dibagi-bagi, oleh karenanya ia hanya akan mengundang bentuk-bentuk penerimaan negatif yang tidak jauh berbeda bentuk dan isinya.

Dalam ukuran cara berpikir rasional, yang terkadang mengedepankan logika berpikir Aristotelesian dengan ciri matematisnya, dapat mereduksi tidak sedikit arti bahkan nilai. Bahkah terkadang, sudut pandanga yang diambil secara 'rasional'' tanpa memperhatikan dan menelaah secara seksama dapat menjerumuskan. Sikap tidak perlu memberikan bantuan terhadap 'perbaikan drainase depan rumah'' misalnya, dengan alasan telah memiliki alokasi budget plan ataupun kegiatan sosial serupa di tempat berbeda, akan meredusir arti dari sikap positif dalam bertegangga dan bermasyarakat dalam suatu lingkup pandang sederhana, yakni hubungan sosial. Tidak untuk mengatakan bahwa harus memulu reaktif, akan tetapi lebih mengeksplorasi 'rasa sebagai bagian dari masyarakat (sense of being social being).

Tidak jauh berbahaya dari sikap acuh, malas (laziness) secara sederhana adalah ekspresi dari tidak adanya tanggung jawab untuk hidup. Sikap malas bahkan secara tegas dapat dikatakan sebagai sikap yang berlawanan dengan hukum alam dimana segala sesuatu selalu melalui dan memiliki proses dan tahapan-tahapan. Pendorong sikap malas seperti trauma, dis-orientasi, ketidaknyamanan, ketidaktertarikan, ketidakmampuan, ataupun alasan lain tidak pernah dapat ditolerir pada sebuah kondisi dimana apapun itu selalu tidak pernah memiliki kata lengkap dan sempurna, selama masih berhubungan dengan material. Apalagi yang besifat non-material. Sikap malas menafikkan adanya fakta kehidupan baik dalam lingkup ruang (space) maupun waktu (time) untuk selalu membutuhkan sikap tanggungjawa dan komitmen. Berjalan ke dapur untuk menyantap makanan lezat malam pun, kita juga harus masih mencuci tangan, memasukkan makanan tersebut sedikit demi sedikit, hingga kemudian muncullha kesan enak, lezat, dan kenyang. Keberlakuan untuk hal sederhana ini, meniscayakan berbagai macam sendi dan bentuk aktifitas dalam kehidupan anak Adam.


'Life is like chocolate. we don't know what's going to happen tomorrow morning' (Forest Gump)
Ketidak tahuan kita bagaimana waktu akan datang menyambut kita kedepan merupakan sebuah fakta empirik sekaligus bukti rasional bahwa banyak hal yang masih terselubung dan belum kita ketahui. Terlebih lagi ketika rasa dalam batin yang mengungkap akan betapa dalamnya alam ini tercipta dan diciptakan, serta betapa dangkal pengetahuan serta ilmu yang kita miliki. Dengan begitu tidak ada alasan yang tersisa untuk bersikap acuh dan malas-malasan untuk menjalani hidup dan membuatnya berarti dan semakin bermakna.


Untuk itu, mari kita belajar.

Thursday, November 20, 2008

Wake up

This life is once on earth

no sleeping too much along you ages

How long have you been sleeping up until now?

Hundreds of jobs are waiting for

you to carry out completely instead

of sleeping.

Wake up!

Wake up

This life is once on earth

no sleeping to much along you ages

How long have you been sleeping up until now?

Hundreds of jobs are waiting for

you to carry out completely instead of

sleeping.

Wake up!

Illness versus Health

"Health is crown. None can see it but the illness sufferers". This proverb taught us how to value healthiness as a vital part of life. The absence of illness which means the general condition of body or mind work well as expected normally becomes one of the neglected honor to keep. Falling on our daily routine and jobs apparently excite us better than a short break to see how well the state of health we have got. Serious attention will get started when things turn to be worse. At the time a consciousness of the significance of health shows real.

Despite illness does not come regularly, we don’t need to wait for it to attack. To prevent is much better than to cure an occurring disease. Therefore, to look after our health could be just an object to pay attention every day. When a state of being healthy has become a habit, everything’s going to be just fine. No more worry about the coming illness but unlucky. Somehow we have done best for the sake of health which is the crown of human’s life.

I Love Thee

I love thee when suffering and devastating

with the deepest soul of mine and tears

I love thee with no limit of time and space

and if allowed I shall love thee better after death

(Inspired by Elizabeth Barret Browning)

Never Give Up

Terkadang tidak setiap hal dalam hidup yang direncakana berjalan dengan lancar. Mengapa demikian terjadi persisnya? Mungkin hanya Tuhan yan...